Monday, November 27, 2006

Marriage

Temen kerja gue minggu lalu ngimelin gue attachment berjudul ‘Did I marry the right person?’ Gue kagak gitu inget apa aja isinya. Panjang, tentang tetek bengek perkawinan dan intinya (kayaknya) adalah kita harus berusaha menerima orang yang kita nikahi apa adanya, dan jangan membandingkan.. bla bla, duh, ampun, gue bener2 lupa.
Sekilas info : Sekarang buanyuak banget hal mendetail kecil2 yang gue pikir bakal inget tapi ternyata gue lupa. Begitukah kehidupan di penghujung 20? Belom lama gue harus ganti kartu ATM karena gue lupa password yang gue pilih sendiri, padahal gue cuman sering pake 3 macem password. Selaen passwordnya, gue juga lupa jumlah digitnya..

Tapi isi attachment itu gak usah dipikirin. Setelah dikirimin, kita mulai bales2an imel, antara Gue dan Dia.
G : Nah. Complicated kan, tapi elo kan belom telat.
D : Lho! Elo kan juga belom?

Ampe disini gue bingung dikit, maksud gue dia belom telat soalnya dia masih single. Nah, maksud dia? Gue masih single juga? Setau gue gue emang belom bikin catatan sipil di Indo, dan Sertifikat kawin dari gereja belom gue ambil-ambil,... Setelah gue pikirin lebih dalem, Oh, maksudnya dia gue belom telat karena marriage gue baek2 aja. Trus ada email lagi.

D : Siapa bilang gue belom telat, kan gue udah punya cewek. Hampir sama aja.
G : Tunggu ampe loe tinggal bareng. Beda. Namanya tinggal bareng dua2nya ngeliat borok2nya masing2. Jangankan married, roommate atau housemate juga keliatan cara ngupilnya.
D : Iya sih. Loe tau sendiri gue tinggal sama dua orang cewek. Itu makanya gue gak pernah ngedate ama housemate gue, gue tau apa yang cowok mereka gak tau.

Dia pernah cerita tentang ‘Hal2 Yang Dia Tahu Yang Cowok Teman Serumahnya Aja Gak Tau’, seru kan, kepo kan, tapi jangan gue beberin disini. Intinya, tinggal serumah ama orang itu gak gampang. Bisa aja loe ketemu pasangan yang rapi jali, begitu dianya dirumah makannya pakai kaki. Orang2 yang rapi,manis, budiman, penyayang binatang, pecinta anak-anak didepan mata orang2 lain dimuka umum, bisa2 jadi kunyuk brutal yang suka banting pintu, tidur berkubang tumpukan debu, ada kucing atau anak2 nyasar ditendang keluar lewat jendela dan sakit dipantat (terjemahan pain in the ass lho) kalo soal bagi2 kewajiban didalam rumah.

Makanya diluar dari tata cara krama dsb, gue mendukung ide tinggal bareng dulu sebelom merid, tentunya kalo dua2nya orang dewasa bertanggung jawab dan tau baik buruknya tetek bengek. Dengan begitu, baru ketauan deh siap gak tinggal ama orang ini selama 50, 60, 100 taon?

Buat gue, gue dapet easy start. Gue ada pengalaman jadi housemate dulu, bahkan basic kenalnya gue dari housemate, at least, gue berasa itu plus-pointnya.
Tentunya, banyak pula cerita2 yang lebih aneh, seperti yang diceritain temen gue. Satu pasangan tinggal bareng, trus putus, tapi masih tinggal bareng, dan masing2 bawa pasangan masing2 buat tinggal bareng pula. Istilahnya, Die Lah. Aneh, aneh berat menurut gue, kecuali kalau mereka udah oke-oke aja, tapi bagaimanapun, sejarah tetap ada. Aneh dong. Aneh dehhhhh.

Ada pula, yang ini tidak jarang. Pasangan seangkatan bokap nyokap atau yang lebih tua yang udah gak klop satu sama laen milih tinggal pisah rumah/pisah kamar tapi tetap kawin. Ada yang alasannya demi anak-anak, ada juga yang alasannya tidak mau divorce. Gue jadi inget komentarnya temen gue yang lain, kalau orang2 dari generasi sebelumnya kalo sudah menikah, that’s it, mereka gak bakal mempertimbangkan untuk bercerai, mereka tabah2 aja melewati dan menghadapi semua rintangan.
Kalo dipikir2, emang bener, mungkin tidak baik kalo misalnya terjadi ketidakcocokan yang ekstrem atau pasangan yang jahat, buat pasangan satunya untuk bertahan sementara perkawinannya gak bahagia. Disisi laen, mereka mencoba segala cara untuk bertahan dan saling menerima dan banyak pula yang berhasil, dengan cara gak menyerah begitu saja kalau ada masalah, kecil maupun besar.

Gue pernah baca juga artikel dikoran disini, tentang ginian. Ada pula yang jawabnya, Kawin aja dulu, kalo gak cocok, Cerai aja, gampang.
Gampang? Temen gue yang laen mungkin bilang, Enak aja. Gampang gundulmu. Waktu dia bercerai, dia harus membagi semua barang miliknya. Bukan sesuatu yang gampang, karena semuanya sibeli buat berdua, dipakai buat berdua dan dipilih berdua. Semua barang menyimpan kenangan tertentu. Rumahnya dijual karena status rumahnya disini tidak valid lagi berhubung dia jadi single. Itu rumah yang pojokannya ada garis2 tempat mengukur tingginya sang anak, yang cat dan furniturenya dipilih berdua atau dicat berdua, dan dipakai berdua. Temen itu sampai menjadi down dan sedih walaupun dia tau divorce itu pilihannya yang bener.

Pasangan hidup itu sepertinya seseorang yang elo anggap gak bakalan berpaling, gak bakalan mengecewakan, selalu ada, selalu berbagi. Berbagi materi, berbagi hati. Makanya orang bilang The Other Half. Ketika harus berpisah, bagaimanapun juga pasti berasa tinggal setengah, mati setengah. Setidaknya untuk beberapa saat, ada yang recover dan membangun lagi setengah yang hilang, ada pula yang tidak.

Jadi, jangan pernah gampangin persoalan Kawin dan Cerai.

Apalagi dengan orang-orang yang melakukannya untuk alasan yang salah. Demi keinginan orang tua, demi mendapatkan suami kaya, demi pelarian dari single life.
Gue pernah cerita tentang temen gue yang stuck di perkawinannya dia, dia dijodohkan dan memutuskan untuk menikah demi keluar dari single life dan pekerjaannya yang stuck. Ternyata perkawinannya gak bahagia, suaminya tidak jujur soal backgroundnya dan dia juga punya ibu mertua from hell. Minggu kemaren gue telpon dia lagi, setelah sekian lama. Dia baru melahirkan anaknya yang kedua, dan semuanya makin parah. Hubungan dengan suaminya udah gak jelas, seperti dua orang asing, apalagi hubungan dengan keluarga suami yang terus menerus mencari-cari kesalahan dari pihak dia. Mau kabur, gak tau mau kemana dan anaknya sudah dua. Mau bertahan, sepertinya ketidakbahagiaan dia udah ekstrem. Gue bingung abis-abisan. Mau menolong, apa yang bisa gue lakukan? Gue disini, dia disana. Mencegah, udah gue lakukan, sebelom dia kawin, tapi tidak ada yang bisa menghakimi kalau keputusan seseorang itu baik atau buruk. Walaupun menyesal, gak ada penyesalan yang gak telat. Itulah resenya penyesalan, pahlawan kesiangan. Tengix.

D : Iya gue tau kalo merid itu lain, gak bakalan segampang pacaran. Walaupun pacaran yang serius juga susah. Dan seperti loe bilang, merid itu masalahnya bukan antara dua orang aja, tapi melibatkan keluarga, temen, pekerjaan....

*Holy Cow, banyak ya*

G : Iya sih, tapi jangan keder.
Kalo lo ketemu The Right Person, semuanya tak sesulit kelihatannya kok..

________________________________________________________________________________

Marriage is the only war when one sleeps with the enemy.
- Anonymous

What is the definition of tragedy? Marrying a man for love and the discovering that he has no money.
- Anonymous

The dread of loneliness is greater than the fear of bondage, so we get married.
- Cyril Connolly

We want playmates we own.
- Jules Feiffer

It’s bloody impractical : to love, honor and obey. If it weren’t, you wouldn’t have to sign a contract.
- Katharine Hepburn